90% Dokter di Indonesia Tak Tahu Kehalalan Obat yang Diresepkan

Beragam Obat yang beredar

Dalam buku ISO terbitan ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia),? sekitar 10.000 obat yang beredar di Indonesia,? tidak ada tanda (label) apakah halal atau haram? dikonsumsi.

Umat Islam Indonesia adalah mayoritas. Meski demikian, hak-hak nya belum bisa dirasakan secara baik, terutama dalam perlindungan halal obat-obatan. Menurut Guru Besar Universitas YARSI Jakarta, Prof. Dr. H. Jurnalis Uddin, PAK.,? mayoritas dokter di Indonesia tak paham halal-haram nya obat yang diresepkan pada pasien.

?Dalam industri farmasi atau dalam proses pembuatan obat-obatan dan vaksin, ternyata banyak menggunakan bahan-bahan yang diragukan dari segi kehalalannya. Bahkan ada yang jelas diharamkan. Seperti penggunaan gelatin dari babi, sel vero (ginjal) kera, enzim babi, dll yang semacam itu,? kata? Jurnalis Uddin,? sebagaimana dikutip situs www.halalmui.org.

Selain itu, menurut Jurnalis Uddin, berdasarkan buku ISO terbitan ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia), ada sekitar 10.000 obat yang beredar di Indonesia, namun tidak ada tanda atau label yang khusus, apakah halal atau haram untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Apalagi keterangan dari Sertifikasi Halal, seperti yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI.

Memprihatinkan

Kondisi ini jelas sangat memprihatinkan. Selain kondisi industri farmasi yang sedemikian itu, ternyata banyak pula dokter kita yang tidak mengetahui atau bahkan mungkin tidak peduli dengan status kehalalan obat-obatan yang digunakan untuk para pasiennya.

Saya yakin banyak dari mereka yang Muslim. Menurut perkiraan saya, hampir 90% dokter yang ada di Indonesia tidak tahu halal dan haramnya obat yang beredar, karena memang tidak pernah diajarkan kepada mereka,? ungkap Anggota Dewan Pakar ICMI dan Anggota Federation of Islamic Medical Association ini.

Dijelaskannya lagi dengan nada pertanyaan retoris, kalau dokter saja tidak tahu, lantas bagaimana pula dengan pasiennya? Bahkan sering terjadi, dokter tetap membuat resep obat untuk pasiennya, padahal obat itu jelas mengandung unsur yang haram. Hal ini terjadi, agaknya juga karena dalam perkuliahan kedokteran hampir tak pernah diperkenalkan tentang aspek obat dan perobatan yang halal menurut agama kita. Bahkan juga, dalam produksi vaksin, misalnya, tidak satu pun dari 23 produsen vaksin di dunia yang memakai Tripsin bukan dari babi! Termasuk Biofarma, perusahaan farmasi di kita, yang komisaris, direksi dan karyawannya mayoritasnya adalah Muslim.

Obat Halal

Saran Solutif

Maka sebagai upaya keluar dari kondisi yang memprihatinkan ini, sekaligus sebagai saran yang bersifat solutif, menurut Guru Besar Fak. Kedokteran Universitas Yarsi ini, kita semua harus terus melakukan penyadaran dan sosialisasi tanpa henti kepada semua stakeholder dunia perobatan dan kedokteran. Ya kepada para pasien terutama yang Muslim, agar menuntut dan meminta obat yang benar-benar halal, dan masyarakat agar mendesak kepadapemerintah supaya membuat peraturan yang jelas melindungi kebutuhan batin umat ini.

Meski belum banyak dilakukan di jurusan kedokteran di Indonesia, ia mengaku, tengah menerapkan masalah melalui lembaga pendidikan kedokteran yang dikelolanya di Universtias Yarsi, Jakarta.

Kami merancang kurikulum khusus guna memberikan pemahaman tentang aspek yang sangat vital ini. Dalam aspek aplikatifnya, misalnya, kami menetapkan Mata Kuliah Agama Islam sebanyak 10 SKS yang menyajikan dan mengajarkan antara lain tentang kedokteran, obat dan perobatan dalam Islam. Demikian juga tentang dunia farmasi dan medis, dll, dengan nuansa keagamaan. Sehingga setelah para lulusan yang kemudian menjadi dokter dan mengabdi di masyarakat, dapat mengobati dan memberi obat yang sesuai dengan keyakinan agama yang dimilikiknya, dengan bekal pengetahuan dan praktek dari perkuliahan yang telah diikutinya di lembaga yang kami kelola, ujarnya. (Hidayatullah.com)